Final UEFA Champions League 2022/2023 : Cerita, Emosi, dan Trial-Error 4-4-2

1_Arts

Bermainlah apa adanya, kawan. Kenikmatan akan kejayaan itu ada, ia tersembunyi di balik penjara tirani, mengintip tanpa bisa menjerit untuk memohon dilepaskan. Namun, ia akan bebas dan datang, tepat ketika anda tumbangkan penguasa dari singgasananya.


Overview

     Tiba waktunya saya menghadapi Final UCL 2022/2023. Final yang mempertemukan Dortmund dengan AC Milan. Ini merupakan Final ke-4 Dortmund dalam 5 musim terakhir dan jadi yang ke-3 kali berturut-turut. Di 3 Final sebelumnya, Dortmund selalu mampu keluar sebagai juara. Untuk Final kali ini, mau tidak mau, saya harus kembali jadi juara. Karena, bila berhasil, ini akan jadi gelar UCL ke-tiga kali berturut-turut. Sebuah catatan hebat, mengingat klub yang terakhir berhasil melakukannya, adalah, FC Bayern. Berhasil meraih gelar UCL ke-tiga kali berturut-turut merupakan tujuan utama saya setelah musim sebelumnya berhasil menyamai catatan Chelsea yang mampu juara back to back.

Flash back sedikit ke belakang. Setiap bermain FM saya menetapkan beberapa prinsip dan tujuan yang harus saya taati :

1. Musim pertama tidak lakukan pembelian pemain
, kecuali, terjadi krisis jumlah pemain, dikarenakan, misalnya, cedera yang tidak masuk akal. Seperti, 7 pemain utama bed-rest selama 8 bulan, karena, bisul jempol kaki.

2. Akhir musim ke-dua (paling lambat musim ke-tiga), memasukan 1 pemain berstatus Club Home Grown ke dalam tim utama.

3. Meraih juara UCL dua kali berturut-turut
. Hal ini sudah menjadi sesuatu yang nyaris mustahil di dunia nyata. Karenanya, keberhasilan melakukannya di dalam game virtual seperti FM jadi kepuasan tersendiri.

4. Melewati rekor tidak terkalahkan Manchester United di UCL (25 partai)
. Rekor ini diciptakan MU di tahun 2007-2009.

5.
Memiliki pemain dengan Statistik Subjektif terbaik. Minimal dalam 2 kali, untuk kompetisi lokal. Dan, minimal 1 kali untuk UCL. Statistik yang saya targetkan, adalah, pemain saya jadi yang terbaik dari statistik, Average Rating, Top Assister, dan Top Scorer.

6. Memiliki pemain yang berhasil meraih Balon d’Or dan UCL Best Player, minimal 1 kali.

7. Menjadi tim dengan Reputation nomor satu (1) di FM
. Buat saya pencapaian tertinggi sebuah tim di FM adalah kesuksesan Reputation. Ketika bandar taruhan dan media memprediksi Dortmund sebagai kandidat nomor satu juara UEFA Champions League, itu sudah jadi tanda Dortmund dianggap yang terkuat di dalam save FM. Dan, ketika saya berhasil mempertahankannya sampai 3 musim secara beruntun, target clossed.

Selain target utama, saya juga memiliki target 2 sekunder :

1. Tidak terkalahkan dalam minimal satu musim
. Seumur hidup, saya belum pernah berhasil melakukannya. Baik ketika memanajeri Juventus, Real Madrid, Milan, Liverpool, FC Bayern, sampai Dortmund. Sejak jamannya Championship Manager (CM) sampai Football Manager (FM), saya belum pernah meraih catatan sempurna macam ini.

2. Tidak terkalahkan di kompetisi domestik sebanyak 59 partai
. Ini ada hubungannya dengan rekor AC Milan. Penggemar berat AC Milan harusnya paham kenapa saya memilih angka 59. Sebenernya Celtic merupakan pemegang rekor dengan 61 partai. Tapi, acuan saya lebih ke AC Milan.

     Di akhir musim 2022/2023, sebelum melewati Final UCL, Dortmund sudah berhasil unbeatable selama 1 musim penuh (2022/2023). Saya baru berhasil melakukannya musim ini, setelah 10 musim. Sebenarnya, tidak terkalahkan sepanjang musim tidak pernah jadi hal yang penting-penting amat buat saya. Buat saya, memiliki 23 pemain dengan Minute Play cukup, Fitness dan Match Condition Level maksimal, dengan cara merotasinya, adalah yang utama.
1_Dortmund Unbeatable_                                                         
Rekor Tim dalam musim 2022/2023

Terkait rotasi, saya bisa lakukan 1 hal ekstrem, dengan memainkan 6 pemain berstatus Rotation Player, 3 pemain dari tim Dortmund II, dan 2 Youth players berusia 17 tahun, di partai UCL, di mana kalah 0-10 pun saya tetap keluar sebagai juara grup.

Singkatnya, gelar Bundesliga dan DFB Pokal sudah di tangan. Sekarang tiba waktunya UCL Final. Sebelum menghadapi Final UCL 2023, saya banyak terlibat diskusi dengan kawan dunia nyata maupun kawan dari FP Football Manager, soal Wing Play. Kebanyakan soal 4-4-2 Flat. Ntah kenapa, diskusi ini pada akhirnya mengikuti saya selama berhari-hari.

Padahal, bagi saya, formasi ini sudah “habis”. Saya sendiri terakhir kali menggunakannya di FM 2002 (kalau tidak salah). Saya jadi ingat betapa digdayanya formasi ini di awal 90-an. Dan, saya jadi membayangkan, kalau sekarang dimainkan di Dortmund dalam save saya, bagaimana hasil yang saya peroleh.

4-4-2 dalam Aksi

Hari H Final tiba. Saya merasa, Lucifer sedang bermain-main dengan saya. Tampaknya, jumlah manusia yang jatuh dalam lembah dosa kerjaan cecunguk si mbah setan sudah melewati target. So, Lucifer mencari kesenangan lain.

Ntah anak buah Lucifer mana yang akhirnya berhasil membuat saya masuk ke Tactic Screen, klik x pada salah satu taktik (close), dan membuka Tactic Creator, untuk menyusun formasi 4-4-2 Flat!! Bayangkan gan, di saat seluruh Manager di FM, berkutat pada Tactic Familiarity di awal musim dan ingin secepatnya untuk meraih Familiarity 100 %, saya malah membuat 1 taktik baru di partai paling terakhir musim, di Final UCL 2023. Lebih “anehnya” lagi, saya gunakan 4-4-2 Flat.

Saya nekat gunakan 4-4-2 Flat, karena, paling utama, SDM pemain saya sudah berada pada level maksimal. Saya merasa inilah skuad terkuat saya selama bermain FM. Semua ada di sini. Facilities, Team Personality, Coaching Staff, Finansial (walaupun bukan nomor 1), Team Reputation, Player Reputation, sampai Player Attribute pada top level. Kebanyak formasi di dunia akan cocok bagi Dortmund dalam save saya. Mungkin. Barangkali. Maybe. Ah, saya terlalu menuruti apa kata angan-angan.

Di sisi lain, AC Milan menggunakan Formasi 3 Flat-5 Flat-2. Formasi 3-5-2 seperti Milan, pada dasarnya, bertolak belakang dengan 4-4-2 Flat, memiliki kelemahan pada sisi sayap, tapi solid di tengah. Karena, hanya ada 1 layer pada area sayap, dalam bentuk 3-5-2 (sementara 4-4-2 memiliki 2 layer, yang juga pada dasarnya memiliki kekuatan utama di sisi sayap). Klop. Pas.

Yang mengkhawatirkan, Milan punya banyak pemain berusia emas dengan kombinasi Attribute yang hebat. Gelandang tengah dan Striker Milan punya skill bagus dengan Reputation Top. Milan yang saya hadapi sekarang, tidak sekuat Dortmund. Tapi, dengan SDM di Milan, ditambah, saya coba-coba Formasi, tampaknya, partai ini akan jadi partai sulit.

Hidup adalah perjudian, guys. Sangat mungkin saya menyesali putusan ini. Sangat mungkin saya mengutuk Lucifer, yang tidak bersalah sama sekali. Sangat mungkin, saya bukan hanya salah, tapi bahkan, dibantai Milan.

Peringatan : APA YANG SAYA LAKUKAN DI PARTAI INI, TIDAK BENAR. TIDAK LOGIS. SAYA TIDAK SARANKAN UNTUK CIPTAKAN 1 FORMASI YANG BENAR-BENAR “BARU”, UNTUK SEBUAH PARTAI PENUH TEKANAN SEPERTI FINAL UCL.

Sudahlah yang terjadi biar terjadi. Bagaimana Formasi Trial Error 4-4-2 Flat versi saya? Mari kita lihat bersama.

Formasi dan Taktik

     Satu kekurangan dari tim saya, adalah, Dortmund tidak punya Sayap Serang Kiri Konvensional (Klasik), yang memiliki kaki kiri kuat, bertumpu pada Hug Touch Line, Run Wide, Stay Wider, dan banyak lakukan Cross from Byline. Hanya Mohammed Ousmane (Sayap Kanan) yang mampu tampil sebagai Sayap Serang Klasik maupun Sayap Modern yang menusuk ke tengah.
4-4-2_BVB UCL 2023 Final   
4-4-2_BVB UCL Final 2023

    Perhatikan, saya perintahkan Play Narrower. Saya gunakan instruksi ini, karena, dalam 4-4-2 Flat, lini tengah bisa jadi titik lemah, jadi lebih lemah lagi, bila, 2 Gelandang Tengah berposisi tidak saling berdekatan. Ini akan ciptakan Vunerable Space di tengah (apalagi Milan memainkan 3 CM Flat). Bagaimana menghindari ini, Play Narrower bisa jadi alternatif. Di sisi lain, karena Formasi ini kuat di sayap, saya perintahkan Exploit the Flanks. Saya pikir kombinasi Exploit the Flanks dengan Play Narrower bisa saling menyeimbangkan.

Mudahnya begini. Tim anda menyerang dengan mengeksploitasi sisi sayap lawan (lewat instruksi Exploit the Flanks). Di sisi lain, supaya bentuk (positioning) tim tidak terlalu melebar, para pemain harus mempertahankan jarak HORISONTAL di tengah lapangan, melalui instruksi Play Narrower.

Hassle Opponent, Higher Tempo, Stay on Feet dalam kerangka Filosofi Very Fluid merupakan gagasan yang berakar dari Pressing-Play. Lalu, Pass Into Space, Roam From Position, dan Passing Style yang saya default (tidak spesifik Short maupun Direct), merupakan instruksi yang bila dikombinasikan dengan gagsan Pressing-Play, hasilnya menjadi Gegenpressing (Counterpressing).

Pertandingan

     Seperti yang saya duga, permainan tim tidak sebaik biasanya. Salah satu yang paling mencolok adalah, positioning. Saya katakan di depan, Dortmund tidak memiliki Sayap Kiri Konvensional alami. Saya plot Julian Brandt di sana, karena, skillnya bagus dan belakang permainannya sangat baik. Visualisasinya bisa anda lihat di bawah.
BVB - Milan 2023   
SS berasal dari momen di mana Milan mendapatkan Goal Kick. Hanya Julian Brandt yang Out of Position

Dari SS yang saya tampilkan anda juga bisa lihat, Milan unggul jumlah pemain di lini tengah 3 v 2. Karena, ada bahaya seperti ini, saya berharap Mario Gotze untuk banyak drop deep untuk memecah konsentrasi salah satu gelandang Milan. Caranya, saya plot Gotze sebagai F9.

Menit 3, Milan unggul lewat Strikernya. 0-1. Gol ini berawal dari keuntungan jumlah pemain Milan di tengah (3 v 2). Saat terjadi perebutan bola di lini pertahanan Milan, karena unggul pemain, Milan mampu kuasai bola. Begitu cepatnya, bola diarahkan langsung ke sayap kanan. Benito (LB) dan Brandt (ML) out of position. Eder Balanta (CD) yg harus lakukan covering akibat kekurang-cermatan pemain di sisi kiri. Hasilnya, sebuah crossing dimanfaatkan Bini dengan maksimal.

Dortmund mampu membalas. di menit 32, Ousmane menyamakan kedudukan. Gol ini, jadi cerminan Gegnpressing. Gol bermula dari Bek Milan Musso yang dipress oleh Van Den Berg di sepanjang 1/3 pertahanan Milan, selama 12 detik Van den Berg lakukan High Intensity Pressing pada Musso, sampai akhirnya Musso lakukan blunder, bola clearance nya diblok Musso dan jatuh ke kaki Ousmane. 2-2.

Setelah 2 gol ini, sepanjang pertandingan timbul rasa menyesal, kenapa saya memilih untuk merubah formasi. Memang secara umum, Dortmund unggul secara objektif. Statistik Dortmund sedikit lebih baik. Tapi, permainan Dortmund jauh dari standar tim.

Jauh sekali dibandingkan ketika di Semi Final, tim saya mengagregat Madrid dengan skor 6-3. Ini akibatnya, bila gunakan taktik yang tidak familiar dengan tim. Ini akibatnya bila coba-coba. Salah satu pemain yang bermain buruk (bahkan terburuk), adalah, Christian Reith. Saya masukan Regis Barreau menggantikan Reith.

4_Statistic

Perubahan Formasi yang saya lakukan sebelum pertandingan, bukan atas dasar suka sama suka............ eh sori gan, salah ucap. Maaf. Maksud saya, yang saya lakukan sebelum pertandingan bukan atas dasar Opposition Analysis. Sebelum pertandingan, saya putuskan ubah Formasi, hanya karena, saya penasaran dengan 4-4-2 Flat.

90 menit terlewati. Skor imbang 1-1. Permainan Dortmund buat saya deg-degan. Milan tampak sangat agresif dan bersemangat mengejar kemenangan. Sebelum babak tambahan dimulai, saya putuskan kembali ke formasi lama. 4-2-3-1.

Saya kembali berjudi. Saya tahu. Tapi, paling tidak, formasi ini sudah terbiasa dimainkan di tim.
Konfigurasi lini tengah dan depan saya rubah. Saya berikan Role-Duty BBM (Barreau) dan DLP-S (Verratti). Di sayap, saya mainkan IF-A Kanan (Ousmane) dan IF-A Kiri (Brandt).

Perubahan yang sangat tidak biasa saya lakukan di depan. Mario Gotze (Playmaker tim yang banyak bermain di kiri), saya plot sebagai F9 pada posisi Striker tunggal, di belakangnya pada posisi AMC, saya letakan Van den Berg dengan role SS. Ini merupakan set-up strategi False 9 dan False 10 paling agresif, saya berharap kombinasi tersebut menemukan harinya.

Perpanjangan Waktu

     Wasit meniupkan peluit, tanda babak Perpanjangan Waktu dimulai. Tidak ada hal istimewa. Saya lebih tenang melihat lini tengah saya meladeni Milan dengan jumlah pemain yang sama.

Satu serangan di menit 98. Milan menambah gol. Bini, yang juga pencetak gol pertama, memberikan keunggulan bagi Milan. Ah........ Saya mulai garuk-garuk kepala, menghela napas, dan mengangkat alis. Tapi, saya tidak lakukan perubahan apa pun. Kecuali pasrah. Karena, TI pada Formasi 4-2-3-1 sudah merupakan gabungan Instruksi menyerang paling ideal untuk Dortmund. Saya hanya bisa menunggu keberuntungan datang. Ntah kenapa, dalam hati saya masih yakin Dortmund akan menyamakan kedudukan.

Tuhan mendengar doa umat-Nya. Saya tahu Tuhan selalu mendengar doa umat-Nya, hanya terkadang Ia katakan tidak. Bagusnya buat saya, untuk kali ini, Tuhan katakan Iya pada doa saya :-)

Menit ke 108, Julian Brandt membobol gawan Milan. Skor berubah, 2-2. Pertandingan berlanjut. Milan sudah kehabisan napas, tapi, pemain-pemain saya juga tidak dapat menambah gol. Wasit meniup peluit panjang.

Akhir pertandingan ditentukan lewat Adu Penalti.

Partai paling terakhir Dortmund ditentukan lewat Adu penalti. Partai terakhir Dortmund di Final UCL 2023, harus ditentukan lewat Adu penalti. Sebuah situasi yang paling saya tidak sukai. Menjengkelkannya lagi, saya masuk dalam situasi ini, karena, saya coba-coba Formasi. Saya masuk dlaam situasi ini, karena, saya memaksa pemain saya beradaptasi dalam rentang waktu yang bukan hanya singkat, tapi, bahkan krusial dan bukan saatnya untuk coba-coba.

Saya putuskan mengubah susunan penendang. Menjadi Verratti, Barreau, Van den Berg, Ousmane, dan Gotze. Penendang ke-enam dan seterusnya (bila diperlukan), Oikonomopoulos, Julian Brandt, Eder Balanta, Aziz Jbara, sisanya saya pasrahkan.

Adu Penalti

     Sebelum Adu Penalti dimulai. Saya ingin tanya sesuatu. Apakah anda perhatikan atau anda menyadari, ada beberapa tanda yang memperlihatkan apakah tendangan tersebut akan gol atau tidak? Saya melihat tanda-tanda ini. Ada 2 tanda yang sering saya tangkap.

1. Perhatikan gerak Kiper, bila terlihat gerakan bergeser yang halus (ke kiri atau kanan) seperti ada arus air yang menyeretnya, sementara kaki si kiper tidak melangkah sama sekali. Sudah pasti arah Tendangan Penalti tertebak. Bila si Kiper punya kemampuan bagus, Tendangan Penalti sangat mungkin akan ditahannya.

2. Bila sebelum tendangan dilakukan, kiper bergerak ke depan (1-2 langkah), sudah pasti tendangan tersebut bukan hanya ditahan tapi sekaligus ditangkap.

     Masing-masing tim (sampai) melakukan 7 tendangan penalti (total 14 tendangan). Penalti pertama dibuka oleh Marco Verratti, berlanjut ke tendangan ke-dua, sampai tendangan ke-13. Tidak satu pun dari penalti-penalti tersebut meleset.

Beberapa kali reaksi Kiper Dortmund buat saya (-.-!!) dan (_ _!!) Telat melulu.

Tendangan penalti ke-7 dortmund (atau ke-13 bila dihitung secara total dari ke-dua tim) berhasil masuk. Tibalah penalti ke-14, oleh Domenico Criscito. Bek paling senior milik Milan.

Setelah mengambil ancang-ancang sebentar, Criscito mengarahkan bola ke tengah gawang, dari titik tengah gawang sekitar 50 cm ke kanan, dan setinggi leher manusia dewasa. Arts membaca arah bola dengan baik. Kali ini timing-nya tepat. Ke-dua tangannya digunakan untuk meraih ke mana bola diarahkan. Pas. Tendangan Criscito ditepis dengan sempurna oleh Moreno Arts!! Selesai sudah....

Sudden Death of Shoot Out berakhir, tepat ketika moreno Arts menggagalkan Tendangan penalti Domenico Criscito. Seisi stadion bersorak sangat berisik. Kegirangan supporter Dortmund, yang kebetulan berada di belakang gawang yang dikawal Arts, meledak. Supporter Dortmund yang dikenal paling atraktif dan penuh semangat melampiaskan rasa gembira mereka. Melampiaskan tegang dan harapan yang terpendam. Penyelamatan Moreno Arts membuat mereka larut dalam kebisingan yang menggila. Stadion serasa akan runtuh.
germany-soccer-champions-league-40-630x373
Gambar dari : http://www.thescore.ie/5-talking-points-champions-league-semi-finals-884054-Apr2013/

Dortmund menang 7-6 di Adu Penalti. Total skor 9-8. Semua ketegangan dan fokus saya terbayar lunas. Borussia Dortmund juara UCL 2022/2023 atau gelar UCL ke-tiga berurutan!!

Saya lega sekali. Segera saya rebahkan diri di tempat tidur. Menghela napas panjang. Sambil menutup mata sejenak, saya menikmati sejuk AC kamar yang baru terasa sekarang.

Pada Criscito, saya berikan pelukan persahabatan dan respek. Musim ini merupakan musim terakhirnya sebagai seorang pesepakbola. Final UCL ini merupakan partai terakhirnya. Betapa tidak enaknya jadi penentu kegagalan tim sekaligus menggagalkan catatan termanis dalam karirnya, jadi juara UCL pertama kali dalam partai terakhirnya. Tepukan di punggung dan pelukan dari sesama insan sepakbola sangat pantas diterimanya.

Perasaan yang sama saya rasakan, ketika menyaksikan Roberto Baggio dan Bastian Schweinsteiger gagal dalam penalti terakhir, yang menyebabkan Italy gagal juara dunia 1994 dan FC Bayern gagal menjuarai UCL 2012. Mereka menangis. Saya terpekur. Saya memang tidak akan bisa memahami perasaan mereka sesungguhnya, tidak juga anda, bahkan istri mereka. Tapi, saya bisa rasakan pahit yang juga mereka rasakan.

That’s Football. Itulah sepakbola. Banyak cerita, asa, dan kenyataan di dalamnya. That’s Football Manager. Itulah FM. Sebuah game virtual sepakbola yang sangat bisa melibatkan analisa, harapan, dan emosi di dalamnya.

Saya menikmati momen-momen seperti ini. Saat saya berada pada level apa yang Dortmund saya capai sekarang, segalanya terasa sangat manis, bila, terutama, mengingat betapa besarnya kesulitan saya untuk bisa meraih kemenangan terhadap tim-tim dengan Reputation besar, pada 3-4 musim pertama.


Bermainlah apa adanya, kawan. Kenikmatan akan kejayaan itu ada, ia tersembunyi di balik penjara tirani, mengintip tanpa bisa menjerit untuk memohon dilepaskan. Namun, ia akan bebas dan datang, tepat ketika anda tumbangkan penguasa dari singgasananya.

Selamat malam, Indonesia. Salam FM.



Ryantank100,

Post a Comment

أحدث أقدم